Happy New Year
Oliver dan Nathan kini telah sampai di tujuan mereka yang pertama untuk melihat kupu-kupu Nathan. Oliver benar-benar merawatnya dengan tekun, sejak hari pertama kupu-kupu itu keluar dari kepompongnya Oliver selalu mengawasi pertumbuhannya.
Oliver mau kupu-kupu Nathan berumur panjang agar tetap melihat senyum Nathan yang luar biasa merekah sangat indah saat melihatnya.
Oliver seakan lupa jika kupu-kupu adalah hewan yang memiliki jangka waktu hidup yang sedikit. Tak terkecuali kupu-kupu Nathan.
“Yahh, Oliver kupu-kupunya mati..”
Nathan menatap kandang kupu-kupu bernama Namtan dengan sedih. Ya, kupu-kupunya mati.
Oliver gak lagi melihat senyum bahagia, tapi kesedihan. Oliver membuat Nathan sedih.
“T-tapi kemaren masih hidup kok. Bener Nat, masih hidup.” Suaranya bergetar di belakang Nathan. Tak hanya suara ternyata seluruh tubuh Oliver gemetar.
Kenangan masa lalunya seperti film yang terputar kembali, disaat semua orang yang ia sayang mengatakan mereka kecewa dan tak bahagian memilikinya.
Oliver takut Nathan akan meneriakkan hal yang sama padanya.
“Ver?? Oliver are you ok?? Hey.” Nathan sedikit menepuk pipi Oliver untuk menyadarkannya.
Nathan kebingungan sekaligus khawatir melihat Oliver dengan tubuh gemetar dan tatapan kosongnya.
“Lo gemeter gini, lo sakit?? Ayo duduk dulu.”
Nathan menuntun Oliver untuk duduk lalu menggenggam kedua tangannya yang gemetar hebat. Mata Oliver tak teralih dari wajah Nathan.
“Lo sakit?? Kok gak bilang? Tangan lo dingin banget, Ver.”
“Kupu-kupunya mati, Nat.. Gue ngecewain lo, gue bikin lo sedih, gue bikin lo gak bahagia di sini, gue gak-”
“Heeyy, it's ok. Gue emang sedih tapi lo gak ngecewain gue.”
Nathan menangkup pipi Oliver, membawa wajahnya untuk menatapnya. Nathan cemas karena wajah Oliver memucat. Ucapannya tadi juga berantakan tapi Nathan gak tau penyebabnya apa.
“T-tapi kupu-kupunya.”
“Oliver, semua yang hidup itu akan mati dan hal ini gak bisa kita hindarin. Gue emang sedih kupu-kupunya mati, tapi gue seneng di dalem sana ada ulat-ulat baru yang hidup karena kupu-kupu yang mati tadi.”
Nathan kembali menggenggam tangan Oliver dengan erat. Masih dingin dan sedikit gemetar.
“Lo gak marah sama gue? Gak kecewa sama gue karena gak bisa jaga kupu-kupu lo kayak janji gue itu?” Oliver mengeratkan genggamannya, takut akan jawaban Nathan.
“Kenapa gue harus marah? Justru gue seneng bisa ketemu kupu-kupu seindah itu karena lo, udah ijinin gue kasih nama dia. Lo gak ngecewain gue Ver. Gak pernah.”
Dan setelahnya helaan napas lega keluar dari Oliver, meski tangannya masih dingin dan butuh waktu untuk menetralisirnya.
“Lo kayaknya lagi gak sehat. Mau pulang aja? Gak usah ke rumah orang tua gue.”
Pertanyaan Nathan langsung dijawab gelengan oleh Oliver.
“Jangan, gue ok kok, gue baik-baik aja, gue sehat. Jangan sampe gak jadi kesana nanti mereka kecewa sama calon mantunya.”
“Mulai deh Oliver ngaco nya.”
Setelah menunggu Oliver tenang beberapa menit akhirnya mereka berdua beranjak dari sana untuk berangkat menuju rumah Nathan.
“Gue aja yang bawa mobilnya. Lo istirahat dulu, bisa tidur mungkin, perjalanannya kan lumayan jauh.”
Dan Oliver tak menolak, bahaya juga jika ia memaksa menyetir dikondisi seperti ini, jadilah sekarang Nathan melajukan mobilnya menuju rumah kedua orang tua Nathan.
“Ciee pasangan kita udah dateng, yuk langsung ke halaman aja.”
Seperti biasa Ninda menyambut kedatangan mereka berdua dengan senyum hangat keibuannya.
“Sini tante bawain.” Ninda mengambil beberapa jinjingan yang dibawa Nathan.
“Itu ada makanan sama Oliver bawa bingkisan.” Setelah itu Nathan kembali ke sisi Oliver, menggandeng lengan Oliver untuk ikut masuk ke dalam.
“Mas, liat nih Oliver bawa apa.”
“Wih, wine kesukaan ayah nih.”
Wajah Tama yang tadinya sedang serus menyiapkan peralatan untuk bakar-bakarnya kini menjadi sumringah melihat apa yang dibawa Oliver.
“Ini kan mahal Ver, kamu dapet aja.” Lanjut ayah Nathan itu.
“Di rumah banyak om. Jadi saya bawa beberapa buat om.”
Oliver bernapas lega karena tidak salah langkah untuk mendekata kedua orang tua Nathan.
Waktu berjalan cepat hingga detik-detik pergantian tahun sudah dekat. Makanan sudah habis dimakan, tawa dan canda memenuhi mereka semua.
Tama dan Ninda memperlakukan Oliver seperti anak mereka sendiri, membuat Oliver kembali merasakan hangat sebuah keluarga yang sudah lama tak ia dapatkan. Oliver merasa sangat disayang.
Kini Tama dan Oliver sudah bersiap dengan petasannya, Ninda dengan handphone nya serta Nathan dengan terompetnya.
“Tiga! Dua! Satu! Happy New Yeaarr!”
Kini langit mereka dihiasi warna-warni kembang api yang indah dan suara riuh terompet yang ditiup Nathan, Oliver bersyukur bisa merasakan kebahagiaan di awal tahun ini.
Melihat Nathan dengan senyum serta tawa yang begitu mempesona dirinya.
“Selamat tahun baru sayang.” Tama mengecup bibir Ninda namun saat Oliver ingin melakukan hal yang sama malah dihadang oleh Tama.
“Heh heh! Mau ngapain tuh, main nyosor aja.”
Lalu semuanya kembali tertawa.
Oliver meraih pinggul Nathan, membawanya kedekapan hangatnya.
“Happy new year, Nathaniel.”
“Happy new year, Oliver.”
Mata keduanya saling tatap begitu lama, mengagumi keindahan masing-masing. Menyelam begitu dalam sampai keduanya terlarut dan kedua bibir itu akhirnya bertaut.
Tak ada lumatan, hanya kecupan yang lumayan panjang lalu diakhiri dengan usapan di pipi Oliver. Senyum keduanya melebar, merasa geli di perutnya mengingat ini adalah first kiss mereka, diawal tahun.
Sementara di kejauhan Ninda dan Tama juga berpelukan, mengawasi anak-anak mereka yang sedang kasmaran itu.
“Romantis banget ya mas. Mba Namtan pasti seneng banget deh anaknya udah besar, udah nemuin pendampingnya sendiri.”
Tama membawa Ninda makin dekat kearahnya, mengecup kening istrinya itu dengan penuh kasih.
“Dia juga pasti seneng ada kamu disini yang jagain Nathan seperti kamu jaga anak kamu sendiri. Aku bersyukur kamu ada di hidupku.”
Dua pasangan dengan dua cerita berbeda melalui malam pergantian tahun bersama. Indah bukan?