Fight

Saat ini Oliver bersama dengan Julian, Nanda, Dafa serta Evlyn berada di sekitar rumah Nathan namun tak bisa mendekat karena area sekitar sudah disterilisasikan. Tak ada yang bisa kesana selain para polisi yang sedang berusaha menyelamatkan Nathan.

Situasi menjadi semembahayakan ini ketika Bintara mengetahui polisi sudah mengepungnya, senjata api sudah bersiap bahkan beberapa tembakan sudah keluar. Oliver tak akan bisa tenang mendengarnya.

Mereka tidak bisa menerobos masuk karena tidak tahu apa yang Bintara punya di dalam, dan lagi, nyawa Nathan adalah prioritas mereka.

“Ver! Papahnya Nathan!” Ucap Dafa ketika melihat Tama datang dengan berlari.

“Pah. Maaf, maafin Oliver gak bisa jagain Nathan. Semuanya salah Oliver.” Tama yang sama paniknya dengan Oliver pun memeluk Oliver erat sembari mengelus punggungnya. Dan saat itu Oliver menangis, mengeluarkan air matanya.

“Tenang ya, Nathan pasti selamat. Dia anak pinter pasti dia bisa ngatasin ini di dalam sana.” Tama menepuk pipi Oliver menyadarkannya dari ketakutan. Menguatkan Oliver.

“Tenang aja om. Om saya polisi hebat, dia pasti bisa nyelametin Nathan.” Julian bersuara.

Ya, yang sedang bertugas di sana adalah paman dari Julian, seorang polisi hebat dengan berbagai penghargaan karena berhasil melumpuhkan banyak pelaku kejahatan dan memacahkan kasus penculikan.

“Saudara Bintara! Dimohon untuk segera menyerah sekarang juga!”

Teriakan polisi membuat semua mata kembali tertuju pada rumah Nathan yang ternyata Bintara sedang mengamati dengan wajah tenang di balik jendela kamar Nathan. Sejauh ini Nathan belum terlihat sama sekali.

Setelah Bintara terlihat, Oliver langsung berlari mendekat. Menerobos semua polisi yang menahannya.

“Nath! Nathan kamu baik-baik aja kan? Sayang tenang ya! Aku disini! Aku bakal selametin kamu!”

Suara teriakan Oliver membuat bintara muak dan kembali menjauhi jendela. Ia medekat kearah Nathan yang masih berbaring dan dengan tiba-tiba menyerahkan ponsel Nathan.

“Telfon bajingan itu, suruh dia mundur atau aku akan berbuat nekat. Kamu tau kan aku juga punya pistol? Aku bisa tembak dia kapan aja aku mau.” Dengan suara dingin Bintara menyodorkan ponsel Nathan.

Nathan tak bisa melakukan apa-apa selain menurut. Keselamatan Oliver lebih penting daripada nyawanya. Nathan mulai menekan nomor Oliver dan menghubunginya, tak butuh waktu lama Oliverpun menjawab panggilannya.

“Sayang! Sayang kamu gak apa-apa kan? Nath?”

“Ver, aku gak apa-apa sayang. Aku baik.”

“Sibangsat itu masih ada di deket kamu?”

“Huum, iya Ver.”

“Anjing!”

“Ver! Dengerin aku ya. Kamu harus tenang, kamu yang tau rumahku, tolong, please, demi keselamatan kamu, kamu harus mundur. Aku gak apa-apa, Ver.”

“Hah?! Apa-apaan?! Gak! Aku gak mau!” Wajar saja jika Oliver sangat marah dengan apa yang dikatakan Nathan kepadanya.

“Ver, dia punya pistol. Dia bisa bunuh kamu kapan aja.'

Tak ada jawaban lagi dari Oliver. Hanya terdengar suara para polisi yang ternyata juga mendengar percakapan mereka.

“Jawab aku, sekarang dia lagi pegang pistolnya?” Oliver mulai tenang.

“Engga. Please Ver, kamu tau rumahku.”

“Iya sayang. Aku tau.”

“Udah cukup! Lo denger sendiri? Nathan minta lo mundur jadi mending sekarang lo suruh polisi-polisi gak guna itu buat pergi dari sini! Gak ada gunanya lagi! Nathan udah milih gue daripada lo!” Ponselnya direbut begitu saja dari Nathan dan langsung dimatikan setelah ia berbicara seperti itu.

“Thank, Nathan. Aku janji habis ini gak ada yang ganggu kita. Kita akan pergi dari sini.”

-brak!!”

“Angkat tangan!”

Semua terjadi begitu cepat. Para polisi itu sudah masuk dan menyergap Bintara yang tidak sempat mengambil pistolnya.

“Nathan!”

Oliver berlari memeluk Nathan dan akhirnya Nathan bisa bernafas lega karena ia kembali ke dekapan kekasihnya.

“Sayang, sayang. Aku disini. Jangan nangis ya.”

Kata-kata penenang Oliver ucapkan dan tak memperdulikan teriakan Bintara dengan sumpah serapahnya.

Semua sudah kembali, Nathan sudah selamat dan Bintara sudah diamankan.

“Abang!” Ninda dan Tama juga berlari dan memeluk Nathan. Oliverpun melepaskan pelukannya, memberikan keluarga kecil itu ruang untuk memeluk anak lelaki mereka.